Jumat, 07 Mei 2010

Berbohong karena Maslahat Organisasi

Assalamu'alaikum wr. wb.

Ustadz Sigit, langsung saja saya ingin menanyakan tentang perbuatan berbohong atau melakukan kebohongan. Bolehkan kita melakukan kebohongan?

Apabila kita mendapati bahwa seorang pemimpin kelompok melakukan kebohongan, bolehkah kita keluar dari kelompok tersebut? Karena saya akhir-akhir ini merasa resah terhadap kelompok yang saya ikuti tersebut, terus terang saya secara pribadi merasa kuatir terkena hukum "ikut mendukung kebathilan" jika terus mengikuti kelompok tersebut. Apalagi pemimpin kelompok yang saya ikuti itu pernah berkata dan berpendapat, bahwa berbohong itu boleh asalkan untuk kebaikan (kemaslahatan) kelompok.

Demikian, atas jawaban dari ustadz, saya ucapkan jazakumullah khoiron katsir. wassalam.

Abi Zaid - Jakarta
Jawaban


Waalaikumusalam Wr Wb

Saudara Abi Zaid yang dimuliakan Allah swt

Berbohong adalah akhlak tercela yang tidak boleh dijadikan sebagai sarana untuk berdakwah kepada Allah swt. Terdapat berbagai nash yang mencela sifat bohong ini, diantaranya firman Allah swt :

إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (QS. Al Mukmin : 28)

Sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya kejujuran adalah perbuatan baik dan sesungguhnya perbuatan baik menunjukkan kepada surga. Sesungguhnya seorang hamba yang berusaha untuk jujur sehingga dituliskan sebagai seorang yang jujur di sisi Allah swt. dan sesungguhnya berbohong adalah kejahatan dan sesungguhnya kejahatan menunjukkan kepada neraka dan sesungguhnya seorang hamba yang berusaha untuk berbohong sehingga dituliskan sebagai pendusta (di sisi Allah).” (Muttafaq Alaih dan lafazh dari Imam Muslim)

Ummul Mukminin, Aisyah berkata,”Tidaklah satu akhlak yang paling dibenci oleh Rasulullah daripada berbohong. Ada seorang lelaki yang berbicara dekat Nabi saw dengan berbohong dan berbohong itu senantiasa ada didalam dirinya sehingga beliau saw mengetahui bahwa orang itu telah menunjukkan pertaubatan.” (HR. Tirmidzi dan dihasankannya juga Ahmad yang telah dishahihkan oleh al Al Bani)

Dan orang yang pertama untuk berusaha berbuat jujur dan menjauhi kebohongan adalah para da’i yang menyeru kepada Allah swt yang menjadi contoh bagi umat….

Berbohong seluruhnya diharamkan kecuali dalam hal-hal yang telah dikecualikan oleh syara’, seperti didalam sabda Rasulullah saw,”Tidak dihalalkan berbohong kecuali dalam tiga hal : perkataan seorang suami kepada istrinya demi menyenangkannya, berbohong didalam peperangan dan berbohong untuk mendamaikan manusia.” (HR. Tirmidzi dan dihasankannya)

Dari Ummu Kaltsum binti ‘Uqbah berkata,”Aku tidak mendengar Rasulullah saw memberikan rukhshah (keringanan) sedikitpun dalam hal berbohong kecuali dalam tiga perkara. Rasulullah bersabda,’Aku tidak menganggapnya sebuah kebohongan, yaitu : seorang lelaki yang mendamaikan antara manusia yang mengatakan suatu perkataan dan tidaklah dia menginginkan darinya kecuali perdamaian. Seorang lelaki yang mengatakannya didalam peperangan dan seorang lelaki yang mengatakannya kepada istrinya dan istri yang mengatakannya kepada suaminya.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh al Albani) –(www.islamweb.net)

Sesungguhnya islam tidaklah mengenal istilah mencapai tujuan dengan segala cara dan islam juga tidak dibolehkan menggunakan cara-cara yang diharamkan syariat untuk mencapai tujuan yang baik menurut syariat.

Ibnul Qoyyim didalam kitabnya “Ighotsah al Lahfan” mengatakan bahwa sesungguhnya yang diharamkan adalah mencapai tujuan-tujuan yang disyariatkan melalui cara-cara yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya yang berarti orang itu telah menipu Allah swt dan Rasul-Nya dan memperdaya agamanya, membuat makar terhadap syariatnya. Sesungguhnya tujuannya untuk mendapatkan sesuatu yang diharamkan Allah swt dan Rasul-Nya dengan cara tipu daya seperti itu dan menghilangkan apa-apa yang diwajibkan Allah (kepadanya) dengan cara tipu daya itu.” (Ighotsah al Lahfan juz I hal 388)

Dan jika saja berbohong itu dibolehkan untuk kemaslahatan da’wah atau jama’ah tentulah Rasulullah saw akan melakukannya padahal betapa besar ujian dan cobaan yang dihadapinya dan generasi pertama islam didalam menyebarkan da’wah islam dan mengajak manusia ke jalan-Nya.

Jadi perkataan bahwa kebohongan dibolehkan untuk kemaslahatan da’wah atau kelompok adalah perkataan yang keliru atau tidak benar serta tidak memiliki landasan syar’i.

sumber

Wallahu A’lam
Baca selanjutnya »»

Hukum Mengghibahi Non Muslim

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Ustad Sigit yang dirahmati Allah SWT, saya mau menanyakan hukumnya, apabila kita ghibah tentang orang lain yang non muslim? Apakah tetap berdosa seperti halnya kita ghibah tentang orang lain sesama muslim?

Adi
Jawaban


Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Adi yang dimuliakan Allah swt.

1. Bahwa diantara akhlak seorang muslim adalah tidak keluar kata-kata yang menyakitkan dari lisannya, sebagaimana sabda Nabi saw,”Tidaklah beriman orang yang menghujat, melaknat, mengatakan kalimat keji dan menyakitkan.” (HR. at Tirmidzi, dia mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib dan dishahihkan oleh al Albani) dan barangsiapa yang banyak melakukan sesuatu maka hal itu akan menjadi kebiasaan baginya, untuk itu seorang muslim diharuskan untuk menjauhi berbagi pintu keburukan secara keseluruhan, dan barangsiapa yang menggembala di sekitar daerah larangan maka bisa jadi ia akan jatuh juga kedalamnya.

2. Jika pertanyaan anda adalah tentang ghibah terhadap orang-orang kafir dengan menyebutkan aib-aib fisiknya, seperti panjang hidungnya atau lebar mulutnya atau sejenisnya maka janganlah anda lakukan karena hal itu termasuk ke dalam penghinaan terhadap ciptaan Allah swt. akan tetapi jika ghibah yang dimaksudkan adalah menyebutkan akhlak-akhlak buruknya yang ditampakannya, seperti : berzina, kejahatan, minum khomr atau memperingati dari perbuatan itu maka hal itu tidaklah mengapa.

Berikut perkataan beberapa ulama tentang hal ini :

Zarkasyi al Anshoriy berkata,”Ghibah terhadap rorang kafir adalah diharamkan jika orang kafir itu termasuk kafir dzimmiy(orang kafir yang mengadakan perjanjian untuk tidak saling memerangi dengan orang Islam) karena perbuatan tersebut dapat membuatnya lari dari kewajiban membayar jizyah dan akan meninggalkan kewajibannya sebagai ahli dzimmah, berdasarkan sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang memperdengarkan (kalimat menyakitkan) terhadap seorang dzimmiy maka berhak atas orang itu neraka.” (HR. Ibnu Hibban didalam shahihnya)

Akan tetapi jika orang itu termasuk kafir harbiy maka diperbolehkan ghibah, berdasarkan sabda Rasulullah saw yang memerintahkan Hasan untuk menghinakan orang-orang musyrik. (Asna al Mathalib beserta catatan pinggirnya juz III hal 116)

Ahmad bin Hajar bin al Haitsamiy didalam “az Zawajir ‘an Iqtiraf al Kaba’ir” juz II hal 27 menyebutkan bahwa al Ghazali perna ditanya didalam fatwanya tentang ghibah orang kafir. Lalu dia menjawab bahw ghibah terhadap hak seorang muslim maka dilarang karena tiga alasan : menyakitinya, merendahkan ciptaan Allah maka sesungguhnya Allah yang menciptakan segala perbuatan hamba-hamba-Nya dan membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.’ Dia mengatakan bahwa yang pertama ini menjadikannya haram, yang kedua makruh dan yang ketiga melanggar keutaman.

Adapun terhadap kafir dzimmiy maka ia seperti orang muslim yang tidak boleh disakiti karena islam melindungi kehormatan, daah dan hartanya. Dia berkata bahwa yang pertama adalah benar. Diriwayatkan dari Ibnu Hibban didalam shahihnya bahwa Nabi saw bersabda,” Barangsiapa yang memperdengarkan (ghibah) terhadap seorang dzimmiy atau Nasrani maka baginya neraka.” Makna’ memperdengarkan adalah memperdengarkan apa-apa yang menyakitinya…

Al Ghazaliy mengatakan bahwa terhadap kafir harbiy (orang kafir yang memerangi Islam )maka tidaklah seperti kafir dzimmiy maka untuk yang pertama tidaklah diharamkan, yang kedua dan ketiga dimakruhkan. Adapun orang yang berbuat bid’ah jika ia kafir maka ia seperti kafir harbiy dan jika tidak kafir maka ia seperti muslim.

Adapun menyebutkan perbuatan bid’ahnya maka hal itu tidaklah makruh. Ibnu al Mundzir tentang sabda Rasulullah saw,”Penyebutanmu terhadap saudaramu tentang apa-apa yang tidak disukainya.” Adalah dalil bahwa orang yang tidak termasuk kedalam saudaramu adalah orang Yahudi, Nasrani, pemeluk agama (selain islam) atau orang pembuat bid’ah yang mengeluarkannya kepada agama selain islam maka hal itu bukanlah ghibah baginya.” (Fatawa as Islam Sual wa Jawab juz I hal 50

Wallahu A’lam
sumber
Baca selanjutnya »»

Suuzhon terhadap Non Muslim

Ass.wrwb

Ust. Sigit yg dirahmatin Allah SWT,

Bagaimana ustad, hukum klu kita suuzhon terhadap non muslim, apakah sama seperti gibah.. atau bagimana.. mohon penjelasannya ustad..

Jazkllh.

wassalam.

Umi Hulwah
Jawaban


Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Umi Hulwah yang dimuliakan Allah swt

Islam melarang setiap umatnya berburuk sangka terhadap saudaranya sesama muslim yang termasuk orang-orang baik dan shaleh dan memerintahkan kepadanya untuk berbaik sangka. Perbuatan berburuk sangka (suuzzhon) dapat merenggangkan persaudaraan diantara mereka, meredupkan cahaya ukhuwah islamiyah hingga dapat menghilangkan kekuatan kaum muslimin. Firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ


Artiya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.” (QS. Al Hujurat : 12)

Sabda Rasulullah saw,”Waspadalah kalian dengan prasangka. Sesungguhnya prasangka adalah perkataan yang paling dusta.” (HR. Muslim)

Imam Ghazali mengatakan,”Sebab diharamkannya suuzzhon adalah bahwa rahasia-rahasia hati tidaklah ada yang mengetahuinya kecuali Yang Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghaib. Dan sesungguhnya kamu tidaklah berhak untuk meyakini suatu keburukan terhadap orang lain kecuali jika keburukan tersebut tampak dihadapan kedua matamu yang tidak memungkinkan adanya penakwilan lain serta tidak memungkinkan bagimu kecuali untuk meyakini apa yang kamu ketahui dan saksikan itu. Sedangkan apa yang tidak kamu saksikan dengan kedua matamu dan tidak kamu dengar dengan telingamu kemudian terdapat didalam hatimu keyakinan buruk itu maka sesungguhnya setanlah yang membisikannya maka seharusnya engkau mendustainya sesungguhnya setan adalah makhluk yang paling fasik. Firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ


Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya.” (QS. Al Hujurat : 6)

Adapun berburuk sangka terhadap orang-orang fasik atau para pelaku keburukan maka tidaklah dilarang, sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas. Dia mengatakan bahwa Allah melarang seorang mukmin berprasangka terhadap seorang mukmin lainnya kecuali kebaikan. Adapun seorang yang fasik dan melakukan kejahatan secara terang-terangan, seperti seorang yang mabuk secara terang-terangan atau berkawan dengan para perempuan jahat maka dibolehkan berburuk sangka terhadapnya.

Dari pendapat Ibnu Abbas diatas dapat disimpulkan bahwa diperbolehkan berburuk sangka terhadap orang-orang kafir sebagai bentuk kewaspadaan terhadap perbuatan jahatnya dan menghindari tipu dayanya. Hal itu dikarenakan bahwa tidak ada suatu kejahatan atau keburukan yang lebih besar daripada kekufuran atau pengingkaran seseorang terhadap Allah swt Robbul Alamin.

(baca : Hukum Mengghibahi Non Muslim)

Wallahu A’lam
sumber
Baca selanjutnya »»

Meninggalkan Shalat Jum'at karena Pekerjaan

ustadz sigit pranowo. lc al-hafidz
Assalaamu'alaikum

bagaimana hukumnya jika seorang laki-laki meninggalkan shalat jum'at dengan alasan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan karena belum waktunya istirahat/belum ada orang yang datang menggantikan pekerjaannya....

ukhti di jakarta
Jawaban


Waalaikumussalam Wr Wb

Pada dasarnya melaksanakan shalat jum’at adalah kewajiban bagi setiap muslim berdasarkan firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ


Artinya : “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Jumu’ah : 9)

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi saw bersabda tentang orang-orang yang meninggalkan shalat jum’at dengan mengatakan,”Sebenarnya aku berniat memerintahkan seseorang untuk menjadi imam shalat bersama masyarakat dan aku pergi membakar rumah orang-orang yang meninggalkan shalat jum’at itu.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Diriwayatkan dari Abu Hurairoh dan Ibnu Umar bahwa keduanya pernah mendengar Nabi saw bersabda diatas mimbar bersabda,”Hendaklah orang-orang itu menghentikan perbuatan meninggalkan shalat jum’at atau Allah akan mengunci hati mereka kemudian mereka menjadi orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim)

Namun demikian apabila terdapat uzur syar’i seperti orang yang bertanggung jawab langsung terhadap pekerjaannya yang manakala ditinggalkan untuk shalat jum’at maka dapat mendatangkan mudharat atau bahaya bagi dirinya maupun orang lain dikarenakan belum ada orang yang datang menggantikan tugasnya itu atau belum waktunya istirahat maka dibolehkan baginya untuk tidak melaksanakan shalat jum’at dan menggantinya dengan shalat zhuhur berdasarkan keumuman firman Allah swt :

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ


Artinya : “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At Thaghabun : 16)

Akan tetapi jika temannya yang akan menggantikan tugasnya itu telah datang dan shalat jum’at masih ditegakkan di masjid maka diharuskan baginya untuk berangkat shalat jum’at walaupun hanya tersisa shalatnya saja bersama imam.

(baca : Shalat Jum’at bagi Penjaga Gardu Listrik)
sumber
Wallahu A’lam
Baca selanjutnya »»

Lantunan ayat-ayat suci Al'Quran

Listen to Quran