Sabtu, 27 November 2010

Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin


“Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin. Sungguh seluruh perkara adalah kebaikan baginya. Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh seorangpun kecuali seorang mukmin. Jika mendapatkan kelapangan ia bersyukur maka yg demikian itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kemudaratan/kesusahan ia bersabar maka yg demikian itu baik baginya.”(HR. Muslim)

betapa mengagumkan bila kita menjadi seorang mukmin, benar-benar menjadi seorang mukmin yang ikhlas. semua perkara atau kejadian bisa menjadi kebaikan bagi kita. apabila seorang mukmin ditimpa ujian atau musibah maka ia akan bersabar, mengharap Allah ridho akan kesabarannya dan memberi ganjaran berupa pahala bagi kesabarannya kemudian mengharap Allah menggantinya dengan yang lebih baik. dan bahkan orang-orang yang bersabar dijanjikan surga oleh Allah.

namun, bila ia diberi kenikmatan oleh Allah maka seorang mukmin akan bersyukur, semakin giat ia beribadah kepada Allah karena rasa syukurnya. tidak ada perasaan sombong dan bakhil dalam dirinya. ia akan menjadi pribadi yang tawadhu'(rendah hati) di mana ia merasa bahwa apapun kenikmatan yang ia dapatkan semua adalah kemurahan dari Ar Rahman dan ia sadar bahwa kenikmatan itu bukanlah miliknya tetapi milik Allah sang maha kaya, Tuhan langit dan bumi. sehingga ia menjadi pribadi yang senang bersedekah untuk mengharap keridhoan Allah. dan itu semua akan menjadi kebaikan baginya. subhanallah.

sungguh berbeda dengan mereka yang
bukan mukmin. seseorang bisa saja mengaku seorang muslim, akan tetapi belum tentu dia seorang mukmin. lihatlah perangai orang-orang yang bukan mukmin, apabila diberi ujian maka ia akan mengeluh, berputus asa dan bahkan berprasangka buruk yang amat buruk kepada Allah. bahkan ia tidak segan-segan untuk bermaksiat ketika dalam keadaan sedang tertimpa musibah karena tidak ada rasa takut akan azab yang akan menimpa dirinya.

"Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, "Tuhanku telah memuliakanku". Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata, "Tuhanku menghinakanku". (QS. 89:15-16)

begitu juga apabila seseorang yang bukan mukmin diberi kenikmatan oleh Allah maka ia akan menjadi sombong dan bakhil. merasa takabur bahwa apa yang ia dapatkan bukanlah dari Allah tetapi ia merasa itu dari hasil usahanya sendiri.selain itu ia akan menjadi manusia yang suka pamer sana sini, mencintai dunia berlebihan bahkan tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah ia miiliki dan selain itu ia bakhil, pelit untuk sekedar menyedekahkan hartanya di jalan Allah dan semua ini akan menjadi keburukan baginya. Naudzhubillahiminzalik.

maka betapa beruntungnya kita , bila kita tidak hanya menjadi seorang muslim namun menjadi seorang mukmin di hadapan Allah 'azza wa jalla.

ya betapa mengagumkannya kita yang telah menjadi seorang mukmin karena seluruh perkara dalam kehidupan kita adalah perkara yang mengagumkan dan menjadi kebaikan bagi kita.

Alhamdulillah 'ala kulli haal, segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan.
Baca selanjutnya »»

Senin, 22 November 2010

tata cara sholat




















Baca selanjutnya »»

Minggu, 21 November 2010

Sifat Sholat Rasulallah







Baca selanjutnya »»

Jumat, 12 November 2010

Jangan takut jadi orang aneh




“Dunia memang aneh”, Gumam Pak Ustadz

“Apanya yang aneh Pak?” Tanya Penulis yang fakir ini..

“Tidakkah antum (kamu/anda) perhatikan di sekeliling antum, bahwa dunia
menjadi terbolak-balik, tuntunan jadi tontonan, tontonan jadi tuntunan,
sesuatu yang wajar dan seharusnya dipergunjingkan, sementara perilaku
menyimpang dan kurang ajar malah menjadi pemandangan biasa”

“Coba antum rasakan sendiri, nanti Maghrib, antum ke masjid, kenakan
pakaian yang paling bagus yang antum miliki, pakai minyak wangi, pakai
sorban, lalu antum berjalan kemari, nanti antum ceritakan apa yang antum
alami” Kata Pak Ustadz.

Tanpa
banyak tanya, penulis melakukan apa yang diperintahkan Pak Ustadz,
menjelang maghrib, penulis bersiap dengan mengenakan pakaian dan wewangian
dan berjalan menunju masjid yang berjarak sekitar 200 M dari rumah.

Belum setengah perjalanan, penulis berpapasan dengan
seorang ibu muda yang
sedang jalan-jalan sore sambil menyuapi anaknya”

“Aduh, tumben nih rapi banget, kayak pak ustadz. Mau ke mana, sih?” Tanya
ibu muda itu.

Sekilas pertanyaan tadi biasa saja, karena memang kami saling kenal, tapi
ketika dikaitkan dengan ucapan Pak Ustadz di atas, menjadi sesuatu yang
lain rasanya…

“Kenapa orang yang hendak pergi ke masjid dengan pakaian rapi dan memang
semestinya seperti itu dibilang “tumben”?

Kenapa justru orang yang jalan-jalan dan memberi makan anaknya di tengah
jalan, di tengah kumandang adzan maghrib menjadi biasa-biasa saja?

Kenapa orang ke masjid dianggap aneh?

Orang yang pergi
ke masjid akan terasa “aneh” ketika orang-orang lain
justru tengah asik nonton reality show “SUPERSOULMATE” .

Orang ke masjid akan terasa “aneh” ketika melalui kerumunan orang-orang
yang sedang ngobrol di pinggir jalan dengan suara lantang seolah meningkahi
suara panggilan adzan.

Orang ke masjid terasa “aneh” ketika orang lebih sibuk mencuci motor dan
mobilnya yang kotor karena kehujanan.

Ketika hal itu penulis ceritakan ke Pak Ustadz, beliau hanya tersenyum,
“Kamu akan banyak menjumpai “keanehan-keanehan” lain di sekitarmu,” kata
Pak Ustadz.

“Keanehan-keanehan” di sekitar kita?

Cobalah ketika kita datang ke kantor, kita lakukan shalat sunah dhuha,
pasti akan nampak “aneh” di tengah orang-orang yang sibuk sarapan, baca
koran dan mengobrol.

Cobalah kita shalat dhuhur atau Ashar tepat waktu, akan terasa “aneh”,
karena masjid masih kosong melompong, akan terasa aneh di
tengah-tengah
sebuah lingkungan dan teman yang biasa shalat di akhir waktu.

Cobalah berdzikir atau tadabur al Qur’an ba’da shalat, akan terasa aneh di
tengah-tengah orang yang tidur mendengkur setelah atau sebelum shalat. Dan
makin terasa aneh ketika lampu mushola/masjid harus dimatikan agar tidurnya
nyaman dan tidak silau. Orang yang mau shalat malah serasa menumpang di
tempat orang tidur, bukan malah sebaliknya, yang tidur itu justru menumpang
di tempat shalat. Aneh, bukan?

Cobalah hari ini shalat Jum’at lebih awal, akan terasa aneh, karena masjid
masih kosong, dan baru akan terisi penuh manakala khutbah ke dua menjelang
selesai.

Cobalah anda kirim artikel atau tulisan yang berisi nasehat, akan terasa
aneh di tengah-tengah kiriman e-mail yang berisi humor, plesetan, asal
nimbrung, atau sekedar gue, elu, gue, elu, dan test..test, test
saja.

Cobalah baca artikel atau tulisan yang berisi nasehat atau hadits, atau
ayat al Qur’an, pasti akan terasa aneh di tengah orang-orang yang membaca
artikel-artikel lelucon, lawakan yang tak lucu, berita hot atau lainnya.

Dan masih banyak keanehan-keanehan lainnya, tapi sekali lagi jangan takut
menjadi orang “aneh” selama keanehan kita sesuai dengan tuntunan syari’at
dan tata nilai serta norma yang benar.

Jangan takut dibilang “tumben” ketika kita pergi ke masjid, dengan pakaian
rapi, karena itulah yang benar yang sesuai dengan al Qur’an (Al A’raf:31)

Jangan takut dikatakan “sok alim” ketika kita lakukan shalat dhuha di
kantor, wong itu yang lebih baik kok, dari sekedar ngobrol ngalor-ngidul
tak karuan.

Jangan takut dikatakan “Sok Rajin” ketika kita shalat tepat pada
waktunya,
karena memang shalat adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya
terhadap orang-orang beriman.

“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu
berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.. Kemudian apabila kamu Telah
merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.” (Annisaa:103)

Jangan takut untuk shalat Jum’at/shalat berjama’ah berada di shaf terdepan,
karena perintahnya pun bersegeralah. Karena di shaf terdepan itu ada
kemuliaan sehingga di jaman Nabi Salallahu’alaihi wassalam para sahabat
bisa bertengkar cuma gara-gara memperebutkan berada di shaf depan.

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at,
maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli
[1475]. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (Al
Jumu’ah:9)

Jangan takut kirim artikel berupa nasehat, hadits atau ayat-ayat al Qur’an,
karena itu adalah sebagian dari tanggung jawab kita untuk saling
menasehati, saling menyeru dalam kebenaran, dan seruan kepada kebenaran
adalah sebaik-baik perkataan;

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya Aku termasuk
orang-orang yang menyerah diri?” (Fusshilat:33)

Jangan takut artikel kita tidak dibaca, karena memang demikianlah Allah
menciptakan ladang amal bagi kita. Kalau sekali kita menyerukan, sekali
kita kirim artikel,
lantas semua orang mengikuti apa yang kita serukan,
lenyap donk ladang amal kita….

Kalau yang kirim e-mail humor saja, gue/elu saja, test-test saja bisa kirim
e-mail setiap hari, kenapa kita mesti risih dan harus berpikir ratusan atau
bahkan ribuan kali untuk saling memberi nasehat. Aneh nggak, sih?

Jangan takut dikatain sok pinter, sok menggurui, atau sok tahu. Lha wong
itu yang disuruh kok, “sampaikan dariku walau satu ayat” (potongan dari
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3461 dari hadits Abdullah Ibn
Umar).

Jangan takut baca e-mail dari siapapun, selama e-mail itu berisi kebenaran
dan bertujuan untuk kebaikan. Kita tidak harus baca e-mail dari orang-orang
terkenal, e-mail dari manager atau dari siapapun kalau isinya sekedar dan
ala kadarnya saja, atau dari e-mail yang isinya asal kirim saja. Mutiara
akan tetap jadi mutiara terlepas dari siapapun pengirimnya. Pun sampah
tidak akan
pernah menjadi emas, meskipun berasal dari tempat yang mewah
sekalipun.

Lakukan “keanehan-keanehan” yang dituntun manhaj dan syari’at yang benar.

Kenakan jilbab dengan teguh dan sempurna, meskipun itu akan serasa aneh
ditengah orang-orang yang berbikini dan ber ‘you can see’.

Jangan takut mengatakan perkataan yang benar (Al Qur’an & Hadist), meskipun
akan terasa aneh ditengah hingar bingarnya bacaan vulgar dan tak bermoral.

Lagian kenapa kita harus takut disebut “orang aneh” atau “manusia langka”
jika memang keanehan-keanehan menurut pandangan mereka justru yang akan
menyelamatkan kita?

Selamat jadi orang aneh yang bersyari’at dan bermanhaj yang benar…

Oleh : Fuad Baradja
Baca selanjutnya »»

Sabtu, 06 November 2010

Apakah aku bahagia?




Mengapa banyak orang merasa tak bahagia? Di manakah sebenarnya kebahagiaan itu berada?
Demikian orang sering bertanya namun tak pernah memperoleh jawaban memuaskan.

Di bawah ini ada sebuah kisah pendek tentang kebahagiaan yang diadaptasi dari sebuah milis. Sampean mungkin juga pernah membacanya. Selamat menikmati.


###


Syahdan Lestari Ramadani menjadi pembicara sebuah seminar tentang kebahagiaan di sebuah hotel berbintang lima di jantung Jakarta. Istri motivator kondang Mario Kukuh ini tampil begitu memukau peserta seminar.

Mario sang suami duduk di bangku paling depan ikut mendengarkan presentasi istrinya. Beberapa kali wajahnya terlihat sumringah setiap kali istrinya menyampaikan pernyataan yang membuat peserta seminar bertepuk tangan.

Di akhir sesi, semua pengunjung bertepuk tangan. Dan sekarang saatnya sesi tanya jawab.

Setelah beberapa pertanyaan, seorang ibu mengacungkan tangannya untuk bertanya.
"Ibu Lestari, apakah suami Anda membuat Anda bahagia?"

Seluruh ruangan langsung terdiam. Satu pertanyaan yang bagus. Lestari tampak berpikir beberapa saat dan kemudian menjawab, "Tidak."

Seluruh ruangan terkejut.

"Tidak," katanya sekali lagi. "Mario Kukuh suamiku tidak bisa membuatku bahagia."

Seisi ruangan langsung menoleh ke arah Mario yang juga menoleh-noleh mencari pintu keluar. Rasanya dia ingin cepat-cepat keluar.

Kemudian Lestari melanjutkan kalimatnya. "Mario Kukuh adalah suami yang sangat baik. Ia tak pernah berjudi, mabuk-mabukan, main serong. Ia setia, selalu memenuhi kebutuhan saya, baik jasmani maupun rohani. Tapi, tetap dia tidak bisa membuatku bahagia."

Tiba-tiba ada suara bertanya, "Mengapa?"

Lestari menoleh kepada sang penanya. "Karena," jawabnya, "tidak ada seorang pun di dunia ini yang bertanggung jawab atas kebahagiaanku selain diriku sendiri."

Lestari mengatakan, "Tidak ada orang lain yang bisa membuatmu bahagia. Baik itu pasangan hidupmu, sahabatmu, uangmu, hobimu. Semua itu tidak bisa membuatmu bahagia. Yang bisa membuat dirimu bahagia adalah dirimu sendiri.

Kamu bertanggung jawab atas dirimu sendiri.

Kalau kamu sering merasa berkecukupan, tidak pernah punya perasaan minder, selalu percaya diri, kamu tidak akan merasa sedih.

Sesungguhnya pola pikir kita yang menentukan apakah kita bahagia atau tidak, bukan faktor luar.

Bahagia atau tidaknya hidupmu bukan ditentukan oleh seberapa kaya dirimu, cantik istrimu, atau sesukses apa hidupmu. Bahagia adalah pilihanmu sendiri."

beriman kepada Allah disertai dengan kesabaran dan bersyukur atas semua karunianya yang diberikannya kepada kita. Percayalah bahwa nikmat yang diterima manusia adalah kehendak Allah dan setiap ujian kepada manusia ada hikmahnya.

Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al An'aam ayat 165)

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Luqman ayat 12)

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (Saba' ayat 19)


Para peserta seminar membisu selama beberapa detik setelah Lestari mengakhiri kalimatnya. Sesaat kemudian, barulah ruangan itu bergemuruh oleh tepuk tangan yang panjang.

» Moral cerita: kebahagiaan itu ternyata ada di dalam diri kita masing-masing.
Baca selanjutnya »»

Lantunan ayat-ayat suci Al'Quran

Listen to Quran